Greetings!

I'm Fenny and welcome to my site. What will you find in this site? Well, you tell me. The words represent what's on my world. You like it or not, it doesn't matter at all. Have a nice read!!

Sabtu, 20 Maret 2010

My Friend and My Heart

| | 5 komentar

Di suatu hari yang biasa di sebuah toko buku, seorang anak laki-laki sedang berdiri terdiam di depan sebuah rak buku berisi buku cerita anak-anak kesukaannya. Kemudian kedua tangannya mengambil dua buku dari rak tersebut. Dia bingung harus membeli yang mana. Apakah yang berjudul “My Friend” atau “My Heart” yang harus dia beli. Tak mungkin dia membeli keduanya karena uangnya tidak cukup. Di saat terakhir, dia memutuskan untuk menunggu selama 3 hari, sampai ia dapat memutuskan buku apa yang akan dia pilih.

Hari pertama. Anak laki-laki itu bertanya kepada ibu dan ayahnya tentang hal tersebut. Kemudian ayah dan ibunya berkata bahwa dia harus membaca ringkasan cerita dari kedua buku itu. Di sampul belakang buku biasanya ada ringkasan ceritanya. Ia pun menerima saran itu.

Hari kedua. Ia bertanya hal yang sama kepada teman-teman dekatnya. Teman-temannya berkata bahwa dia harus melihat tebal dan harga bukunya. Jika murah dan tebal lebih baik ia membelinya. Jika pun mahal, tapi sampulnya menarik dan tebalnya lumayan lebih baik dia membelinya.

Hari ketiga. Hari terakhir dan ia harus memutuskannya. Sambil berbaring di tempat tidur, ia berkata dalam hatinya, “Apa yang harus kulakukan? Aku harus membeli buku itu besok kalau tidak buku itu akan terjual habis. Tentu saja aku akan menyesal.”

Keesokan harinya di toko buku. Anak lelaki itu mengambil kedua buku yang akan dia pilih. Dia mulai mengikuti nasihat orang tuanya, membaca ringkasan cerita di sampul belakang kedua buku itu. Dia belum bisa memutuskannya. Kemudian dia melihat harga dan tebal buku itu. Harganya sama dan tebalnya sama. Dia menjadi semakin bingung. Ketika melihat ada bangku di dekat rak buku itu, dia pun duduk sambil terus berpikir apa yang harus dia lakukan.

Tiba-tiba, ada seseorang memegang kepalanya. Kemudian ia mendongakkan kepalanya. Terlihat sosok yang sangat dikenalnya.

“Ibu! Kenapa ibu bisa ada di sini?” katanya.

“Ibu mengikutimu kemari. Ibu melihatmu gelisah tiga hari ini. Ada apa denganmu, nak?” tanya ibunya khawatir.

“Aku bingung, bu harus membeli buku yang mana. Uang yang kukumpulkan dengan menghemat uang jajanku tidak cukup untuk membeli keduanya.” kata anak itu sedih.

“Oh, ternyata kau mengkhawatirkan soal itu!” kata ibunya lega.

Ibunya mengambil posisi jongkok di depan anaknya kemudian berkata, “Ibu pernah mengalami hal yang sama denganmu. Pada saat ingin memutuskan sesuatu, ibu biasanya menutup mata dan menenangkan diri. Lalu ibu akan mendengar suara seseorang berkata kepada ibu tentang apa yang harus ibu putuskan. Itu namanya suara hati.”

Setelah mendengar hal itu, anak laki-laki itu tetap saja masih memasang wajah bingung. Melihat hal tersebut si ibu pun lalu duduk di samping anaknya sambil merangkulnya.

“Nak, kau tahu? Suara hati itulah yang paling baik kau dengarkan. Suara hati adalah pemberian Tuhan yang berharga kepada manusia. Itu akan membantumu untuk memutuskan sesuatu,” kata ibu sambil tersenyum.

Anak itu pun melakukan sesuai apa yang dinasehatkan ibunya. Setelah memejamkan mata untuk beberapa saat, anak itu pun membuka matanya dan berjalan menuju rak buku tersebut. Ia berdiri tegak lalu mengambil salah satu buku dari rak buku itu dengan rasa percaya diri. Ia memilih ‘My Heart’. Setelah itu, ia pergi ke kasir dan membayarnya.

“Ibu, ayo kita pulang!” kata anak itu dengan gembira.

Ibunya membalas, “Tunggu sebentar, nak! Ibu tadi melihat buku memasak yang bagus. Ibu ingin membelinya. Bisakah kau menunggu ibu di luar?”

“Baiklah!” kata anak laki-laki itu riang. Kemudian ia berjalan keluar toko buku sambil memegang buku yang baru saja ia beli.

Pada saat yang sama, si ibu pergi ke rak buku cerita anak-anak. Ia mengambil satu buku, kemudian di tatapnya lekat-lekat dan dibolak-balikkannya buku itu kemudian tersenyum. Ia pun berjalan ke kasir dan membayar buku berjudul ‘My Friend’ yang diinginkan anaknya.

Read more...

Sabtu, 13 Maret 2010

Yang Kami Kerjakan Pada Saat Seminar

| | 0 komentar


Seminar Nasional “Fenomena Kebebasan Berekspresi di Dunia Maya” yang dilaksanakan Sabtu, 13 Maret 2010 di Graha Medika Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya berlangsung lancar dengan beberapa bumbu tambahan di dalamnya. Bumbunya cukup menarik. Pembawa minuman untuk pembicara tiba-tiba terpeleset dan jatuh seperti anak SD yang pingsan ketika mengikuti upacara bendera karena terik sinar matahari. Tumbang begitu saja. Untung gak sempat ke foto. Orang-orang yang mengikuti acara itu pun adalah orang-orang beriman yang tentu saja tidak tertawa ketika melihat kejadian itu. Tahu kan bahwa biasanya orang-orang malah tertawa di atas penderitaan orang lain.

Seminar itu sepertinya mau mempertemukan pihak dari media online dan media cetak sehingga tidak ada salah paham bahwa orang jaman sekarang hanya senang membaca online daripada membaca media cetak. Atau media online sekarang lebih laku daripada media cetak. Jadi, di acara itu dibahaslah keunggulan, kerugian, dan hukum-hukum yang dimiliki oleh setiap media.

Kurang lebih ada 40 orang tamu yang datang. ada beberapa delegasi dari setiap universitas. Beberapa yang termasuk di dalamnya adalah UI, UNAIR, UDAYANA,UNHAS, 11 Maret, Andalas-Padang, Sultan Agung, dan lain-lain (capek ngetiknya). Tentu saja kami tetuah farmasi. Hoho…

Nah, bythewayanywaybusway… karena bosan mendengarkan seminar, mulailah kami bereksperimen sendiri. Mari kita lihat fotonya…


Pertanyaan: Kenapa si fenny lebih tertarik membahas “yang dilakukan pada saat seminar” dan bukan membahas soal seminarnya??

Jawaban: Tentu saja sosodara karena hal tersebut merupakan sebuah kenyataan yang sangat jarang dibahas oleh orang lain pada saat mengikuti seminar. Jadilah seorang POWDER eh bukan! “Jadilah seorang FOUNDER dan bukan seorang COSTUMER!”, kata Pak Junro (pembicara dalam seminar). Let's see Mr Junro's Photo...


Sebenarnya eksperimen-eksperimen ini bukan hanya kami saja yang melakukannya. Tapi satu deret di depan kami juga berbuat hal yang sama. Tapi tetap saja masih lebih kreatif kami. Mereka masih pemula. Tapi wajahnya lebih tua. Hoho… peace yo! Btw, fotonya gak ada. Jadi gak ada bukti dong! Oh man…! “Bukti adalah salah satu hal yang penting dalam setiap media,” kata Pak Junro dan Pak Indra. Giliran Pak Indra nampang...



Nah, hal-hal kontras di atas sepertinya tidak bisa dihalangi karena adanya aura-aura ngantuk dan bosan dalam setiap acara yang diselenggarakan. Siapakah yang harus bertanggung jawab akan semua ini, sosodara?? Apakah saya harus membuat seminar nasional juga berjudul “Fenomena Kantuk dalam Setiap Seminar”??
Read more...

Minggu, 07 Maret 2010

My name is...

| | 0 komentar


Di suatu hari yang cerah, ada seorang pria paruh baya sedang berjalan-jalan di antara deretan pohon maple di sebuah taman dekat rumahnya. Sambil berjalan-jalan, sebenarnya dia memikirkan bagaimana caranya dia akan menghadapi penyakitnya. Penyakit yang ia derita dapat membuatnya melupakan keluarga, teman-teman, lingkungan, dan bahkan namanya sendiri. Dia sangat ingin untuk tidak melupakan mereka.

Di tengah perjalanan, dia melihat seorang pelukis jalanan sedang melukis pemandangan taman itu dengan menambahkan pelangi di antaranya. "Wah, bagus sekali lukisan ini!" pikir pria itu. Ia pun meneruskan perjalanan. Setelah beberapa langkah meninggalkan pelukis itu, muncul sebuah ide di benaknya. Ia memanggil pelukis jalanan itu. Setelah bercakap beberapa lama, ia dan pelukis itu berjalan keluar taman itu.

Sesampainya di rumah, pelukis dibantu pria paruh baya itu menjejerkan kaleng-kaleng cat yang mereka beli di tengah perjalanan mereka menuju rumah. Mulailah pelukis itu bekerja. Setengah hari sudah terlewat.

Malam harinya, ketika pelukis itu telah selesai bekerja, pria tersebut datang dengan penuh rasa penasaran. Tes tes tes…. Air mata pria paruh baya itu jatuh ke atas koran yang melapisi lantai ruang kerja agar terhindar dari cat. Begitu indah lukisan yang dibuat di tembok ruangan itu. Sebuah lukisan pemandangan yang indah dan nyaman. Pelangi, burung-burung merpati yang beterbangan, sungai yang mengalir dan hamparan padang hijau di sekitarnya dengan bunga-bunga yang melengkapi kesempurnaannya.

Pelukis itu berkata, "Ingatlah pelangi ini sebagai orang-orang yang ada di sekitarmu dan perasaan yang kau rasakan pada saat bersama mereka adalah keseluruhan dari lukisan ini."

"Ah, lalu bagaimana jika aku melupakan namaku?" tanya pria paruh baya itu.

"Tenang saja, di pojok sebelah kanan bawah lukisan ini sudah kutuliskan My name is Remem Berall, Jr."
Read more...

Fenny Kristanti Panggabean

| | 0 komentar


Di suatu malam yang dingin di bulan maret, seorang gadis berbadan tambun duduk di depan laptop yang diberikan kepadanya sebagai hadiah ulang tahunnya di umur yang ke tujuh belas. Gadis itu berpikir untuk menuliskan sesuatu tentang dirinya. Dia ingin memulai sesuatu yang baru dengan tulisannya itu. Dia sendiri sebenarnya tidak tahu apa yang ingin dia tuliskan karena tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

Kemudian dia mulai menuliskan satu kalimat sederhana.

‘Nama saya Fenny Kristanti Panggabean.’

Kemudian, seperti bergerak sendiri, tangannya mulai mengetikkan satu persatu kata yang ingin ia tuliskan.

‘Saya berumur 19 tahun. Domisili di Malang karena lulus di Universitas Brawijaya. Tadinya tinggal di Makassar bersama Ibu. Di keluarga saya ada ayah, ibu dan dua orang kakak laki-laki. Saya anak bungsu. Kakak saya yang tertua sudah bekerja dan kakak saya yang kedua sedang mencari pekerjaan. Ayah saya tinggal di Jakarta dan ibu saya tinggal di Makassar. Jangan beranggapan buruk kalau mereka berdua sudah bercerai. Mereka baik-baik saja. Hanya karena alasan pekerjaan makanya mereka hidup terpisah.

Saya suka dengan anjing, Patrick, Winnie the pooh, Johnny Depp, Robert Downey, Jr., dan buku. Masalah yang sampai sekarang ini belum saya pecahkan adalah apa cita-cita saya sebenarnya.

Saya tidak suka orang yang sok pintar dan sombong. Padahal kalau orang yang pertama kali melihat saya, pasti mengatakan bahwa saya orang yang sombong. Wajah saya memang kaku. Jadi kalau bertemu dengan saya, tidak perlu heran lagi atau merasa diacuhkan. Ajak saja saya ngobrol dan Anda akan tahu sendiri bagaimana saya.’

Setelah itu, ia mulai membaca ulang tulisan tersebut dan mengatakan dalam hati, “Mungkin ini semua sudah cukup untuk perkenalan diri.”

Life goes on…
Read more...

Labels

fenny_git2ndgig. Diberdayakan oleh Blogger.
Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Stalker

Followers