Di suatu hari yang biasa di sebuah toko buku, seorang anak laki-laki sedang berdiri terdiam di depan sebuah rak buku berisi buku cerita anak-anak kesukaannya. Kemudian kedua tangannya mengambil dua buku dari rak tersebut. Dia bingung harus membeli yang mana. Apakah yang berjudul “My Friend” atau “My Heart” yang harus dia beli. Tak mungkin dia membeli keduanya karena uangnya tidak cukup. Di saat terakhir, dia memutuskan untuk menunggu selama 3 hari, sampai ia dapat memutuskan buku apa yang akan dia pilih.
Hari pertama. Anak laki-laki itu bertanya kepada ibu dan ayahnya tentang hal tersebut. Kemudian ayah dan ibunya berkata bahwa dia harus membaca ringkasan cerita dari kedua buku itu. Di sampul belakang buku biasanya ada ringkasan ceritanya. Ia pun menerima saran itu.
Hari kedua. Ia bertanya hal yang sama kepada teman-teman dekatnya. Teman-temannya berkata bahwa dia harus melihat tebal dan harga bukunya. Jika murah dan tebal lebih baik ia membelinya. Jika pun mahal, tapi sampulnya menarik dan tebalnya lumayan lebih baik dia membelinya.
Hari ketiga. Hari terakhir dan ia harus memutuskannya. Sambil berbaring di tempat tidur, ia berkata dalam hatinya, “Apa yang harus kulakukan? Aku harus membeli buku itu besok kalau tidak buku itu akan terjual habis. Tentu saja aku akan menyesal.”
Keesokan harinya di toko buku. Anak lelaki itu mengambil kedua buku yang akan dia pilih. Dia mulai mengikuti nasihat orang tuanya, membaca ringkasan cerita di sampul belakang kedua buku itu. Dia belum bisa memutuskannya. Kemudian dia melihat harga dan tebal buku itu. Harganya sama dan tebalnya sama. Dia menjadi semakin bingung. Ketika melihat ada bangku di dekat rak buku itu, dia pun duduk sambil terus berpikir apa yang harus dia lakukan.
Tiba-tiba, ada seseorang memegang kepalanya. Kemudian ia mendongakkan kepalanya. Terlihat sosok yang sangat dikenalnya.
“Ibu! Kenapa ibu bisa ada di sini?” katanya.
“Ibu mengikutimu kemari. Ibu melihatmu gelisah tiga hari ini. Ada apa denganmu, nak?” tanya ibunya khawatir.
“Aku bingung, bu harus membeli buku yang mana. Uang yang kukumpulkan dengan menghemat uang jajanku tidak cukup untuk membeli keduanya.” kata anak itu sedih.
“Oh, ternyata kau mengkhawatirkan soal itu!” kata ibunya lega.
Ibunya mengambil posisi jongkok di depan anaknya kemudian berkata, “Ibu pernah mengalami hal yang sama denganmu. Pada saat ingin memutuskan sesuatu, ibu biasanya menutup mata dan menenangkan diri. Lalu ibu akan mendengar suara seseorang berkata kepada ibu tentang apa yang harus ibu putuskan. Itu namanya suara hati.”
Setelah mendengar hal itu, anak laki-laki itu tetap saja masih memasang wajah bingung. Melihat hal tersebut si ibu pun lalu duduk di samping anaknya sambil merangkulnya.
“Nak, kau tahu? Suara hati itulah yang paling baik kau dengarkan. Suara hati adalah pemberian Tuhan yang berharga kepada manusia. Itu akan membantumu untuk memutuskan sesuatu,” kata ibu sambil tersenyum.
Anak itu pun melakukan sesuai apa yang dinasehatkan ibunya. Setelah memejamkan mata untuk beberapa saat, anak itu pun membuka matanya dan berjalan menuju rak buku tersebut. Ia berdiri tegak lalu mengambil salah satu buku dari rak buku itu dengan rasa percaya diri. Ia memilih ‘My Heart’. Setelah itu, ia pergi ke kasir dan membayarnya.
“Ibu, ayo kita pulang!” kata anak itu dengan gembira.
Ibunya membalas, “Tunggu sebentar, nak! Ibu tadi melihat buku memasak yang bagus. Ibu ingin membelinya. Bisakah kau menunggu ibu di luar?”
“Baiklah!” kata anak laki-laki itu riang. Kemudian ia berjalan keluar toko buku sambil memegang buku yang baru saja ia beli.
Pada saat yang sama, si ibu pergi ke rak buku cerita anak-anak. Ia mengambil satu buku, kemudian di tatapnya lekat-lekat dan dibolak-balikkannya buku itu kemudian tersenyum. Ia pun berjalan ke kasir dan membayar buku berjudul ‘My Friend’ yang diinginkan anaknya.